Rabu, 29 Januari 2014

KONSEP PHT & NASA SEBAGAI PROSES PEMBERDAYAAN PETANI

KONSEP PHT & NASA SEBAGAI PROSES PEMBERDAYAAN PETANI
--------------------
Kita pasti setuju bahwa †PETANI â€, merupakan Tiang Agung Negara Indonesia atau penyangga yang besar bagi bangsa Indonesia. Karena Petani merupakan bagian terbesar produsen pangan dan produk-produk pertanian lainnya, yang seharusnya memegang peran dan pelaksana utama pembangunan pertanian di negara Indonesia yang agraris. TETAPI apa yang terjadi sampai detik ini, Petani dan masyarakat pedesaan dalam posisi yang marginal dan memprihatinkan. Petani belum ditempatkan sebagai subyek atau penentu keputusan kegiatan pembangunan pertanian namun tetap sebagai obyek pembangunan pertanian yang secara nasional dirancang dan dilaksanakan oleh Pemerintah, bersama dengan segala jajaran dan petugasnya, serta didukung oleh mitra kerja Pemerintah termasuk dunia usaha dan dunia pendidikan dan penelitian. Banyak jenis program dan proyek pemberdayaan petani telah dilaksanakan oleh Pemerintah, melalui Departemen Pertanian dan departemen lainnya, namun program-program tersebut masih terpusat pada ketergantungan petani pada Pemerintah. Pola pemberdayaan masih satu arah dengan inisiatif dan pelaksana program adalah Pemerintah dengan para petugas lapangannya. Program pemberdayaan petani kurang bersifat partisipatoris sehingga kurang efektif dalam membebaskan petani dari berbagai bentuk cekaman dan tekanan yang menekan kehidupan mereka.

Penerapan secara luas dan seragam program ketahanan pangan nasional yang bertumpu pada teknologi pertanian konvensional membuat petani dan kelompok tani semakin tidak berdaya, tidak mandiri dan tidak percaya diri. Mereka sangat tergantung pada uluran tangan pihak-pihak lain terutama pemerintah, pengusaha dan peneliti. Dengan ketergantungan tersebut berbagai potensi, aktivitas, kreatifitas dan kearifan petani menjadi tersumbat dan tidak dapat dimanfaatkan untuk pembangunan bangsa. Berbagai kendala yang dihadapi petani yang meliputi kendala internal seperti keterbatasan bibit, air, pupuk, pestisida, modal, pengetahuan dan teknologi serta kendala eksternal seperti akses pasar, penetapan harga, perubahan iklim dan lain-lainnya telah digunakan oleh Pemerintah sebagai alasan melakukan intervensi dalam proses pengambilan keputusan petani dalam mengelola lahannya sendiri yang terbatas. Ketergantungan petani pada Pemerintah, pengusaha sarana produksi serta rekomendasi peneliti membuat petani semakin tidak mampu dan tidak berani mengambil keputusan yang terbaik dalam mengelola produksi pertanian yang sesuai dengan keberadaan dan potensi mereka sendiri yang sangat khas lokal. Petani sampai saat ini masih dianggap sebagai obyek berbagai program dan proyek pembangunan pertanian. Bagi pengusaha petani dianggap sebagai pasar potensial banyak jenis produk-produk industri pertanian seperti benih, pupuk, pestisida dan alat mesin pertanian. Bagi sebagian peneliti, petani dianggap sebagai obyek kegiatan penelitian serta sebagai pengguna akhir hasil kegiatan atau proyek penelitian yang dilaksanakan atas biaya dari lembaga pemerintah atau swasta sesuai dengan "pesan-pesan" tertentu.

Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu melaksanakan program pelatihan petani PHT melalui kegiatan SLPHT (Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dengan menerapkan pendekatan partisipatoris dan prinsip petani belajar dari pengalaman telah menghasilkan harapan bahwa petani dapat mandiri, percaya diri dan lebih bermartabat sebagai manusia bebas dalam menentukan nasib dan masa depan mereka. Program pelatihan SLPHT dapat menghasilkan para alumni yang mampu melakukan kegiatan perencanaan dan percobaan untuk memperoleh teknologi budidaya tanaman yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan petani yang spesifik. Setelah petani menyelesaikan satu periode SLPHT (disebut "alumni" SLPHT) banyak pengalaman, pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan coba-coba yang mereka peroleh di SLPHT kemudian diterapkan dan dilanjutkan di lahan sawahnya masing-masing. Dalam menerapkan berbagai prinsip dan teknologi PHT para petani alumni SLPHT selalu melaksanakannya secara terpadu, holistik dan berkelompok dalam kelompok taninya masing-masing. Hasil positif yang dirasakan petani setelah melalui pengalaman bertahun-tahun, para alumni SLPHT merasa semakin mampu menyelesaikan berbagai permasalahannya selama ini secara mandiri.

Sejak penyelenggaraan SLPHT, banyak konsep dan teknologi yang ditemukan sendiri oleh petani alumni SLPHT di banyak propinsi dan pada banyak komoditi pertanian (pangan, hortikultura, perkebunan). Beberapa teknologi kreasi petani dapat menghasilkan keluaran yang secara ekologi dan ekonomi lebih baik daripada teknologi hasil para peneliti dan lembaga-lembaga penelitian, termasuk peneliti Universitas. Hasil-hasil dan perolehan tersebut membuat petani lebih percaya diri dan ingin disejajarkan dengan kelompok peneliti profesional yang bekerja di lembaga-lembaga penelitian pertanian dan universitas. TETAPI sayangnya, Petani yang sudah lulus SL-PHT biasanya malas menerapkan ilmu yang telah didapat dari Pelatihan SL-PHT, misal membuat ekstrak racun dari tanaman untuk hama, membuat pestisida organik, memperbanyak jamur yang berguna seperti Gliocladium, Trichoderma, Beauveria bassiana, Virus Spodpter sp. , dll. Karena memang sifat petani kita yang kebanyakan penginnya yang siap saji (instan), langsung bisa digunakan, praktis, ekonomis dan tidak merepotkan.

Untuk itu Natural Nusantara ( NASA ) mencoba menjembati Konsep PHT dengan SL-PHTnya yang luar biasa dengan menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan atas dasar penalaran dan prinsip-prinsip PHT adalah : budidaya tanaman sehat, lestarikan dan manfaatkan musuh alami, pengamatan ekosistem berkala, dan petani sebagai ahli PHT. Teknologi NASA yang praktis dan siap pakai seperti PESTONA, PENTANA, Natural GLIO, Natural BVR, VITURA, VIREXI dan Metilat LEM. NASA juga ingin membantu program pemerintah dengan memberikan pendidikan kepada petani NASA lewat trainingptraining khusus SL-PHT supaya pola pikir, mental, motivasi , ilmu pengetahuan dan teknologi bisa lebih diberdayakan. Dengan teknologi NASA kita bisa memanfaat hasil penelitian yang telah diteliti di akademis untuk digunakan langsung secara praktis dan siap pakai serta ekonomis bagi para petani. Alhamdulillah kurang lebih 7 tahun berkarya NASA telah mampu membuktikan dan merealisasikan kepada petani-petani NASA minimal 5 aspek dasar :
1. Aspek Pendidikan. Kami bisa menjalankan layanan konsultasi, dan kurikulum pendidikan dan pelatihan utk up grade skill, mental, motivasi, pola pikir.

2. Aspek Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Siapapun, di manapun, latar belakang apapun bisa mengakses peluang dan kesempatam bisnis yang bisa upgrade modal dan pendapatan. Dan petani tidak selalu jadi objek, tetapi bisa jadi subjek bisnis.

3. Aspek Lapangan Kerja. Sekecil apapun kontribusi kami tetapi kami telah berbuat membantu mengurangi pengangguran yg menjadi masalah di negeri ini. NASA mampu menyerap paling tidak 5% bahkan lebih dari total pengangguran

4. Aspek Keadilan. Prestasi menjadi syarat mutlak utk sukses di NASA, bukan karena kapital maupun power/kekuasaan sebagai penentu kesuksesan.

5. Aspek Nasionalisme. Kami membuktikan produk dalam negeri tidak selalu kalah dengan produk luar negeri, Kami membangun sistem yang bisa membentengi / mencegah keluarnya devisa negara akibat menggunakan produk luar negeri.

Mudah-mudahan penerapan konsep PHT dan NASA bisa sebagai alternatif solusi untuk meningkatkan pemberdayaan petani Indonesia, sehingga bisa mewujudkan Indonesia makmur raya yang berkeadilan. Sukses untuk petani-petani NASA.

0 komentar:

Posting Komentar